MENYINGKAP
TABIR TENTANG EKSISTENSI SUKU WOIRATA
DAN
MENELUSURI JEJAK PERJALANAN SERTA KEDATANGANNYA
DI PULAU
KISAR
Pendahuluan
Tulisan
ini sesuai keterangan para tokoh adat di Woirata, yang didasarkan pada
penuturan leluhur tentang jejak perjalanan etnik woirata zaman dahulu sebelum
dan sesudah mereka berada di pulau Kisar.
Penulisan
inipun adalah tanggapan terhadap wacana yang telah beredar tahun 1933/1934,
sesuai kajian antropolog Belanda, J.P.B
de Josselin de Jong yang mengukapkan bahwa : “etnik Woirata (orang Oirata)
adalah komonitas baru dipulau Kisar dan merupakan imigran dari daerah timur
laut Pulau Timor (kini Timor Leste) sejak tahun 1725.”
Kajian
itu dikutip lagi oleh Bapak Soewarsono dari LIPI Jakarta dalam penulisan
deskripsinya berjudul “Ekologi Bahasa Oirata,” (hal 3 dan 11) pada acara
seminar bahasa Oirata di ruang LIPI Ambon tanggal 2 September 2013.
Olehnyta
penulisan ini dibuat sebagai retorsi terhadap hasil kajian tersebut yang
merupakan keterangan yang dianggap keliru serta masih jauh dari keabsahannya.
Dengan demikian uraian berikut akan menyingkap tabir tentang seluk beluk dan
eksistensi suku Woirata sekaligus jawaban terhadap pertanyaan diantaranya
sebagai berikut :
1.
Dari
mana asal mula etnik Woirata dan apa sebab mereka berada di Pulau Kisar ?
2.
Kapan
suku Woirata berada di Pulau Kisar dan bagaimana jejak perjalanan sebelum dan
sesudah berada di Pulau Kisar ?
Berikut uraiannya :
A. WOIRATA
IDENTITAS OIRATA
“WOIRATA”
sebutan orsinil identitas orang Oirata sekarang yaitu suku pribumi pulau Kisar
yang pertama kali menghuni pulau ini, setelah itu baru datang lagi suku pribumi
lainnya yaitun MEHER. Kedua suku tersebut telah bersama-sama menghuni darata
Pulau Kisar selama kurun waktu yang tidak diketahui (zaman pra sejarah) hingga
kedatangan bangsa Eropa di Nusantara pada abad ke 16.
Khusus
tentang suku Woirata masa kini terdiri atas dua desa pemerintahan yaitu Oirata
Timur dan Oirata Barat. Kendati berbeda administrasi pemerintahannya namun
berdasarkan penataan para leluhur memiliki kesatuan adat istiadat dan budaya
serta bahasa daerah yaitu “Woirata Sohon” artinya bahasa
Oirata.
Dalam
komunitas masyarakat Oirata terdapat sejumlah kelompok keluarga kecil yang
disebut mata rumah (bahasa Oirata : Le Inatapu). Kemudian kelompok mata rumah
tergabung lagi dalam wadah yang disebut, Soa (bhs Oirata : Padta). Suku Woirata
terdiri 7 (tujuh) Soa yaitu Hano’o, Salawaku, Paumodo, dan Hunlori, berada
dalam administrasi pemerintahan Desa Oirata Timur. Sedangkan desa Oirata Barat
membawahi Soa Irara (Ira), Audoro dan hai yau (hayau).
Jejak perjalan serta kedatangan ke tujuh soa suku
Woirata di Pulau Kisar tidak serentak tiba secara bersamaan atau dalam satu
waktu tertentu sebaliknya setiap mata rumah dan Soa punya Kisah perjalanan
tersendiri yang unik dan berbeda satu sama lain, sejak dari daerah asal dan
melewati berbagai tempat yang pada akhirnya mereka sampai dan bertemu di pulau
ini. Umumnya kisah perjalanan setiap soa itu mengandung unsur supranatural dan
misteri yang justru kontraks dengan logika. Akan tetapi hal yang merupakan
dasar kebenaran tentang peristiwa masa lalu yang unik adalah terdapat pembuktiannya
sebagai fakta sejarah, misalnya lokasi, benda maupun situs sejarah lainnya yang
masih ada sampai hari ini.
Kisah perjalanan dalam suku Woirata sebagai berikut
:
B. Soa
Hanoo
Sesuai
tuturan leluhur bahwa soa Hanoo adalah penemu darata pulau Kisar karena salah
satu diantara moyang soa Hanoo yaitu keluarga Nami Pitu Ratu, merupakan
identitas manusia suku Woirata yang pertama kali menemukan dan menghuni darata
yang kini bernama KISAR. Moyang Soa Hanoo tersebut adalah diantara beberapa
keluarga yang tinggalkan daerah asalnya tanpa disebutkan. Hanya dalam penuturan
leluhur bahwa mereka datang dari arah matahari terbenam menuju arah matahari
terbit (bhs Woirata : Wadtu iranen
naa ma’u, wadtu iyasuylen mara; artinya wadtu = matahari ; iranen = terbenam ;
naa = dari; ma’u = datang’ iyasuylen
=terbit; mara = menuju/pergi. )
Dalam
perjalanan dari daerah asal mereka tibah di Pulau Wera-Wero yang terletak
disebelah selatan Pulau Damer. Dari sana mereka berangkat lagi dan suatu ketika
terjadi musibah dilaut sehingga perahunya terbalik dan tengelam antara pulau
Timor dan Pualau Kisar. Akhirnya sebagian keluarga sempat berenang dan tibah di
Pulau Timor dan keturunannya masih ada sampai hari ini.
Sedangkan
salaha satu keluarga yaitu Nami Pitu Ratu berenang dengan bantuan seekor ikan
Raya bernama Paus (bhs Woirata: Ohoru) yang mendaratkan mereka di Pulau
Kisar ( saat itu belum bernama Kisar).
Keluarga tersebut mendarat pada sebuah pantai kecil di pesisir selatan bagian
timur yang kini dikenal namanya Mulikaul (bhs Woirata: Wilkaul sere). Kemudian
mereka membuat pemukiman pada sebuah perbukitan di sebelah utara pantai Wilkaul
dan diberi nama “ILI KESI” artinya negeri tetap (bhs Woirata: Ili = negeri,
Kesi =Tetap).
Oleh
karena itu Ili Kesi yang disebut dalam
tuturan para leluhur suku Woirata tersirat sebagai negeri pertama dan
tertua di daratan pulau Kisar. Pada
suatu ketika terjadi tsunami (bhs Woirata: Lalun Pitu artinya gelombang tujuh)
yang memporak-poranda daratan pulau ini sehingga enam orang anaknya mengungsi
ke Pulau Timor menyelamatkan diri. Sedangkan orang tua mereka bersama anaknya
bungsu tertinggal di Ili Kesi. Dari pulau timor keenam anak itu ke pulau Leti
dan keberadaan mereka di sana ternyata merupakan perpisahan yang cukup lama.
Berdasarkan penuturan leluhur tersebut maka disimpulkan bahwa penemuan daratan
Pulau Kisar zaman purba oleh moyang Hanoo tersebut diperkirakan jauh sebelum
tahun Masehi.
Sampai
dengan empat generasinya, namun daratan ini belum bernama. Hanya statusnya
sebagai Pulau yang keramat dan disebut Tanah Tapisan atau saringan (bhs
Woirata: Uma Ti-tin, Uma Tape-tapen, Uma Ulina Uma Laulaur). Pengertian
filosofinya adalah pulau ini merupakan pulau keramat dan berfungsi sebagai
tanah tapisan bagi kehidupan dan perilaku setiap orang terutama warganya. Misalkan barang siapa berprilaku buruk
ataupun berhati jahat terhadap sesamanya maka resikonya sangat fatal. Apalagi
jika ada diantara orang tertentu memberanikan membuat pernyataan dan keterangan
sepihak tak berdasar maka hal tersebut bisa jadi bumerang baginya.
Pada
zaman purba identitas daratan Pulau Kisar sebelum bernama ada sebutan sesuai
bahasa Woirata “DALAP PITU” (bhs
Woirata: Dalap= tingkat, Pitu = Tujuh). Mungkin sebutan ini merupakan julukan
bagi daratan pulau Kisar zaman purba sebagai daratan yang bertingkat tujuh. Hal
ini karena daratan sekeliling pulau Kisar bila diamati kelihatannya
bertingkat-tingkat mulai dari pesisir pantai. Jika argumen ini ada unsur
kebenarannya maka hal ini diperkuat dengan hasil survei salah satu tim peneliti
geologi dan kelautan dari Bandung Tahun 2013 yang mengisyaratkan bahwa struktur
daratan pulau Kisar dan perairan laut sekelilingnya terdiri atas beberapa
tingkatan atau terap mulai dari dasar laut. Selain itu ada juga sebutan yang
mirip dengan nama tersebut di atas yaitu sesuai bahasa daerah suku Tugun di
Pulau Wetar tentang identitas Pulau Kisar zaman dahulu adalah “CALA HITU”.
Sedangkan menurut bahasa Talur dan Galole serta Makasai menyebut Pulau Kisar
dengan nama “DALA HITU”. Ada sinonim dalam kedua bahasa daerah tersebut tentang
nama pulau Kisar yaitu Cala dan Dala berarti Tingkat dan Hitu artinya Tujuh. Dengan
demikian maka daratan Pulau Kisar masa Purba sudah dikenal sebagai daratan yang
bertingkat tujuh.
C. Kedatangan
Soa Lain Suku Woirata
Pada
masa generasi keempat keluarga Nami Pitu Ratu setelah Tsunami barulah dikenal
keluarga Lewenmali, Asamali, Kiklili, Warmau serta beberapa saudaranya mendiami
secara tetap di Pulau ini. Saat itu mulai berdatangan enam Soa tersebut di atas
secara berurutan. Mereka datang dari berbagai tempat sesuai jalur perjalanan
sendiri. Ada yang datang dari arah selatan maupun dari utara juga dari arah
timur dan barat. Tibanya setiap soa di pulau ini dalam kurun waktu yang berbeda
kemudian mereka semua menyatu dengan keluarga besar Lewenmali Asamali lalu
menghuni tempat pemukiman yang diberi nama Manheri dan Mauhara serta Ili Kesi
negeri pertama tersebut. Hal ini adalah suatu keunikan tersendiri sebab ketika
semua soa dan mata rumah suku Woirata itu datang di Pulau Kisar ternyata bahasa
dan adat istiadatnya sama dengan keluarga Lewenmali, Asamali.
Urutan
Kedatangan Enam Soa Suku Woirata selain Soa Hanoo dengan perjalanan
masing-masing sebagai berikut :
1.
Soa Irara (Ira)
Terdiri
dari beberapa mata rumah. Dalam perjalanannya ada mata rumah yang tibah lebih
awal di Pulau Kisar dan ada yang datang di kemidan hari. Tempat asal soa irara
(bahkan semua soa suku Woirata) yang merupakan tanah air mereka tidak
disebutkan. Hanya dituturkan bahwa para leluhur mereka tinggalkan tanah airnya
dengan sebutan iranen naa ma’u, wadtu iyasuylen mara. Maksudnya ialah
perjalanan dan keberangkatan suku Oirata yaitu datang dari arah mata hari
terbenam ke arah matahari terbit. Hal ini mereka datang dari arah barat menuju
arah timur. Tempat persinggahan keluarga Soa Ira yang masih diketahui setelah
dari daerah asal antara lain, Pulau Kei Besar (Weduar), Pulau Gorong (SBT),
Pulau Sermata kec.Mdona hiera (mahaleta dan batuh gajah, Pulau Romang, Pulau
Wetar dan menjelajahi beberapa tempat di Pulau timor antara lain Maubesi.
Keluarga
soa ira yang lebih awal tibah di Kisar berangkat dari sebuah lokasi bernama
Irara dekat Koun. Mereka mendarat di pantai Lilit (liti) dan bermukim sementara
di suatu lokasi bernama Irara Kosara. Kemudian mereka bergabung dengan keluarga
soa Hanoo di Negeri Manheri.
2.
Soa Salawaku (Selewaku) \
Terdiri
dari beberapa keluarga matarumah. Dalam perjalanannya ada keluarga yang tibah
lebih awal dan ada yang datang kemudian dengan menempu jalur tersendiri. Tempat
persingahan dalam melakukan perjalanan dimulai dari beberapa lokasi di pulau
timor antara lain Maubesi, Maubara, Suai Loro, Lauten dan juga pulau Wetar
(tanjung Eden). Setelah tibah di Pulau Kisar mereka bergabung dengan keluarga
Lewenmali Asamali di Manheri.
3.
Soa Paumodo
Mereka
juga terdiri dari beberapa keluarga yang berangkat dari arah barat melewati
sejumlah lokasi di pulau Timor yaitu Ilmanu, laiway, ili ara, seti ara
(kabupaten Lospalos). Dari situ mereka ke pulau leti, pulau Lakor, kemudian
terus ke pulau Goron, Pulau Seram, Pulau Romang, (yatun) dan terakhir mendarat
di Masin Tutun atau Loron Misi. Selanjutnya bergabung dengan keluarga soa
Hanoo. Nama soa Paumodo muncul ketika mereka berada di Iliara Setiara ketika
terjadi banjir dasyat terjadi di sana. Mungkin Akibat banjir besar itu maka
terciptanya danau yang kini disebut Surbei (bhs Woirata: Surwei Ira).
4.
Soa Audoro
Perjalanan
Soa Audoro terdiri dari beberapa keluarga bersaudara yang melewati sejumlah
tempat dimulai dari Pulau Dai kecamatan Babar, Pulau Luang, Pulau Timor dan ada
diantaranya di Pulau Wetar. Setelah tibah di pulau kisar mereka di terima di
keluarga soa Hanoo.
5.
Soa Hunlori
Soa
Hunlori terdiri dari beberapa keluarga bersaudara. Daerah asal keberangkatan
mereka yaitu Pulau Luang dan tibah di Iliara Setiara. Disitu keluarga Hunlori
berjumpa dengan keluarga Paumodo. Tempat persinggahan lain adalah Pulau Wetar
(tanjung Salaun), Pulau Romang dan akhirnya tiba di pantai Lilit dan
selanjutnya bergabung dengan keluarga Hanoo.
Soa Hunlori meninggalkan Luang akibat permusuhan
antara dua keluarga bersaudara. Peristiwa lain yang mungkin merupakan salah
satu sebab soa Hunlori tinggalkan Luang adalah legenda tentang kehancuran
darata Pulau Luang yang dilakukan oleh amukan seekor ikan layar raksasa pada
zaman dahulu. (bhs Oirata: isrui lar =ikan layar)
6.
Soa Hay Yau (hayau)
Nama
soa Haiyau muncul sesuai penuturan yang bersamaan dengan kejadian musibah
banjir di daerah Iliara Setiara tersebut. Keluarga Haiyau yang berada di Iliara
Setiara ketika banjir besar di maksud adalah mata rumah Asatupa dan Hooren.
Sesuai tuturan bahwa mereka menempuh perjalanan dari arah matahari terbenam dan
tibah di suatu lokasi yang disebut “Hatawi hailai”. Nama ini mungkin dahulu adalah Betawi atau
Batavia pada zaman Belanda. Di Hatawi (jakarta sekarang) mereka terbagi dua
Kelompok perjalanan yaitu sebagian melewati jalur selatan yaitu kepulauan Sunda
kecil kearah matahari terbit dan tibah di iliara setiara dan berjumpa dengan
keluarga Paumodo dan Hunlori. Kelompok yang lain melalui jalur utara yaitu
melewati kepulauan sunda besar sampai di suatu lokasi bernama padlau Makasar
kemudian menuju Pulau Seram (Hatu) selanjutnya tibah di Ambon (tengah-tengah).
Kemudian tibah di Pulau Romang, Pulau Wetar, dan Pulau Timur dan selajutnya
tibah di Kisar.
Berdasarkan
garis besar tentang jejak perjalanan setiap Soa suku Woirata maka pertemuan
mereka di Pulau Kisar masi merupakan hal yang misteri karena perjalanan mereka
ibarat orang-orang petualangan dan musafir tanpa tujuan. Tetapi uniknya ialah
ketika mereka berjumpa dengan keluarga besar Lewenmali dan Asamali (Soa Hanoo)
ternyata mereka memiliki adat budaya serta
bahasa yang sama. Hal ini suatu kejadian diluar dugaan dan agaknya
irasional sebab pada waktu belum ada sarana dan alat komonikasi moderen seperti
sekarang yang dapat menuntun arah perjalanan setiap soa tadi untuk bisa
berjumpa di Pulau Kisar.
Akan
tetapi dalam penuturan bahasa adat suku Woirata dikatakan bahwa ketika leluhur
soa Hanoo masi tinggal sendirian di daratan ini setiap saat mereka berdoa
(sesela) dengan doa itu mereka mohon kepada Tuhan agar kiranya ada keluarga
lain yang seidentik dengan mereka bisa datang untuk bersama menghuni Pulau ini.
Ternyata keluarga sejumlah soa yang datang itu tidak berbeda identitas dengan
keluarga Hanoo. Karena itu kedatangan
beberapa soa tersebut di atas adalah hasil doa permohonan moyang soa Hanoo.
Selain tentu ada suatu unsur supranatural yang telah menuntun arah perjalanan
setiap soa tadi.
Selaku
umat percaya Tuhan (khusu Kristen) yakin bahwa yang menuntun dan membawa suku
Woirata bisa menyatu adalah Kuasa Roh Kudus dari Alla Sang Pencipta.
Keunikan
lainnya adalah dalam aktifitas sosial kemasyarakatan suku Woirata terdapat
persamaan mendirikan rumah adat yang identitik dengan kemah sembah kaum Israel
yaitu “Tabernakel”. Rumah adat Woirata itu bernama Le Opo yang memiliki
persamaan dengan Tabernakel yaitu ada ruaketiga ruangan tersebut pada Le Opo
adalah Halaman adalah “Lau-lau”, bilik khusus disebut “Le Panu” dan bilik maha
Kudus namanya “Le iya modo kail”. Kemudian membangun negeri sebagai tempat pemukiman
dipilih lokasi yang merupkan perbukitan. Sekeliling tempat pemukiman dibuatnya
tembok dengan susunan batu karang sebagai pagar yang bertujuan sebagai
pengamanan. Unsur persamaan diatas merupakan petunjuk bahwa Suku Woirata adalah
sebagian suku Israel. Jika petunjuk itu adalah unsur kebenarannya maka apa
penyebabnya sehingga suku woirata bisa ada di pulau Kisar. Sebab suku Israel
tergolong bangsa yang berjiwa Patriotisme dan sangat mencintai tanah airnya.
Namun apabilah ada yang terpaksa keluar maka ha itu pasti dipicu oleh berbagai
masalah antara lain kelaparan (contoh, keluarga Naomi, Rut 1:1-2). Dan juga
karena suatu peristiwa ekstrim membuat mereka terusir keluar dari tanah airnya
ataupun meluputkan diri daritawanan bangsa lain. Misalnya :
1.
Kerajaan
Israel Utara (ibu Kota Samaria) pada tahun 700-an SM diserang oleh Raja Sargon
dari Asyur sehingga orang Israel terpencar ke mana-mana.
2.
Kerajaan
Yehuda ditaklukan oleh Raja Nebutkatnezar pada tahun 500-an SM dan kota
Yerusalem dihancurkan (pembuangan ke Babel) yes.36:1, Yer. 25:9-11.
3.
Tahun
70 M, kota Yerusalem dihancurkan lagi oleh bala tentara Jenderal Titus dari
Romawi sesuai Nubuat Nabi Daniel (Daniel 9:26b).
4.
Tahun
135 M, Kaisar Romawi Hardianus kembali mengobrak abrik peradaban bangsa yahudi
di Palestina, menyebabkan banyak diantaranyaterbuang ke Babel dan kemungkinan
ada diantara mereka yang tidak pernah kembali lagi ke tanah airnya.
Andai
kata suku Woirata merupakan segelintir orang Israel yang berada di pulau Kisar,
maka hal itu diduga berdasarkan empat peristiwa di atas.ada diantaranya yang
mungkin meninggalkan tanah airnya sejak tahun 700-an SM ataupun Tahun 500-an SM
tapi kemungkinan sebagian lagi yang keluar antara Tahun 70M dan 135M.
Buktinya
ialah salah satu keluarga dari Soa Haiyau yang tiba terakhir dan bergabung
dengan keluarga suku Woirata lainnya yaitu Mata rumah “Le Lauwar” (keluarga
Mauki). Keluarga ini diprediksi tinggalkan tanah Israel antara Tahun 70M dan
Tahun 135M. Indikator yang memperkuat perkiraan di atas yaitu dalam penuturan
para leluhur mereka bahwa keluarga tersebut mengetahui kehidupan pribadi Yesus.
Berdasarkan
keterangan di atas, maka kedatangan dan keberadaan suku Woirata di Pulau KISar
zaman dahulu, terkandung maksud yaitu mereka hendak menyembunyikan diri dari incaran
serta kejaran musuh ketika tertawan ataupun terusir keluar dari tanah airnya. Karena trauma dan takut dari kejaran musuh
yang sewaktu-waktu bisa menyerang, sehingga mereka membuat tempat tinggal di
perbukitan agar lebih muda memantau dengan cepat setiap gerakan dan ancaman
pihak musuh tertentu. Untuk pengamanan lingkungan juga diupayakan membangun
tembok batu karang sebagai pagar sekeliling areal pemukiman warga yang
merupakan benteng pertahanan. Ketakutan akan musuh inilah yang membuat para
leluhur dalam tuturan sejarahnya tidak perna menyebutkan tempat asal mereka
secara jelas, hanya sebagai isyarat dikatakan bahwa mereka datang dari arah
matahari terbenam.
D.
Tercetus Nama Untuk Pulau
Yotowawa menjadi Kisar
Ketika
bukit Manheri dan Mauhara sudah dihuni oleh suku Woirata maka datang lagi
beberapa suku lain diantaranya suku Meher. Suku Meher ini diijinkan tinggal
bersama menempati sebelah barat wilayah pulau. Hal ini berdasarkan kesepakatan
pembagian pulau ini yang semulah telah dilakukan antara Lewenmali dan Asamali
bersama keluarga Pilmali Laumali dari Papula.
Suku
Meher diperbolehkan tinggal dipulau ini cukup beralasan kerena bahasa suku
Meher berasal dari daerah Mehara-Kabupaten Lospalos yang merupakan tetangga
dengan bahasa fataluku yang serumpun bahasa Woirata.
Ketika
berlangsungnya aktifitas sosial kemasyarakatan dalam kehidupan Suku Woirata
maupun suku Meher, maka waktu itulah mencul sebutan untuk nama daratan pulau
ini sebagai identitas yaitu “Yotowawa Daisuli”. Nama tersebut tetap dipakai
bersama hingga saat kedatangan kapal VOC Belanda pertama kali Tahun 1665.
Kapal
itu berlabuh diperairan pantai KIHAR wilayah administrasi adat Suku Woirata.
Dari nama Pantai Kihar inilah ditelusuri tentang cikal bakal tercetusnya nama
pulau Kisar. Setelah tiba kapal VOC Belanda Tahun 1665, kemudian memasuki tahun
1700, maka nama Pulau Kisar (KIZAR) tercatat dalam lembaran administrasi
Kompeni Belanda. Kemudian dilanjutkan oleh pemerintah Hindia belanda maupun penjajahan
Jepang dan nama pulau ini diabadikan sejak masa kemerdekaan sampai saat ini.
Sedangkan nama Yotowawa Daisuli yang merupakan identitas asli negeri ini
seolah-olah sirna.
(Kapal VOC Belanda yang pertama tiba di pulau ini
bernama “LOENEN” dinahkodai oleh tuan “JAN BLIME”, sesuai keterangan dari
Prof.Dr. Dieter Bartels, antropolog asal dari dari negeri Belanda di Woirata
tanggal 4 Juli 2009).
Apa sebab nama Pulau ini disebut “KISAR” ?
Sekilas uraian analistis berikut ini :
Kapal
VOC tersebut waktu itu baru pertama kali tiba di Pulau yang saat itu bernama
Yotowawa Daisuli. Olehnya kapten Jan Blime kedaratan tibah di pantai Kihar.
Disitu dia berdialog dengan dua orang tokoh masyarakat Woirata dar Manheri
bernama Horsair dan Mutasair. Dalam dialog diantara mereka beberapa kali kapten
dengan bahasanya d isertai isyarat jari tangannya menunjuk kearah pasir pantai
Kihar. Yang ditanyakan nama pulau yang baru ia temukan dalam pelayarannya.
Namun Horsair dan Mutasair tidak mengerti bahasa isyarat tersebut maka mereka
menyebut “KIHAR” sebab prasangkanya adalah nama Pantai yang ditanyakan,
berhubung saat itu mereka sedang berada di pantai Kihar.
Seusai
berdialog mereka berpisah karena kapten Jan Blime sudah memberikan cindera mata
kepada Horsair dan Mutasair. Kemudian kapal itu berlayar ke arah barat dan
berlabuh di pesisir barat pulau yang disebut Namaluli. Kini terdapat dermaga
yang dikenal dengan sebutan Pantai “NAMA”. Horsair dan Mutasair kembali ke
Manheri dengan cindera mata pemberian kapten yaitu :
·
Dua
buah tongkat untuk Horsair dan Mutasair bersama sehelai bendera Belanda
·
Satu
buah batu bata bertuliskan “N-VOC”, kini tertempel pada tembok bekas gedung
DPRD Kabupaten MBD di Wonreli, awalnya merupakan gedung SD Kristen Wonreli yang
dibangun Tahun 1926/1927
·
Satu
buku besar, namun cetakan isinya tidak bisa dibaca oleh para leluhur Woirata
karena waktu itu mereka tidak tahu membaca.
Karena tidak ada tempat yang layak untuk menyimpan buku itu, lalu para
leluhur mengamankan buku tersebut dibawah lempengan batu papan dipusat negeri
Manheri. Tempatnya ditandai dengan timbunan batu bata berupa mezba sampai hari
ini. Ketika ada tim arkeolog yang datang ke Manheri beberapa waktu lalu telah
terungkap bahwa buku pemberian Kapten Jan Blime Tahun 1665 adalah ALKITAB yang di
tulis dalam bahasa Belanda.
Dengan
demikian disimpulkan bahwa Tahun 1665 tersirat sebagai awal mula injil masuk
Pulau Kisar dan diterima oleh leluhur Suku Woirata. Baru pada Tahun 1908 injil
pertama kali diberitakan di Woirata dengan pendirian gedung gereja darurat
disuatu lokasi bernama Lasmomor. Sedangkan penulisan nama pulau kisar pada
waktu zaman belanda di tulis KIZAR, merupakan salah pengertian tentang maksud
pertanyaan kapten Jan Blime dengan Horsair dan Mutasair dalam dialog di pantai
KIHAR. Karena nama pantai KIHAR merupakan embrio tercetusnya nama Pulau Kisar.
PENUTUP
Pada
masa kemerdekaan sejak Tahun 1945 sampai tahun 1960-an secara perlahan suku
Woirata tidak lagi menetap di Manheri, Mauhara dan Ili Kesi. Generasi baru
lebih cenderung mendiami daerah pedalaman yang merupakan dataran rendah. Tujuannya
bercocok tanam dan menyekolahkan anak-anak sambil mengikuti perkembangan Iptek
zaman moderen.
Kini
bukit Manheri dan Mauahar maupun Ili kesi kebanggaan suku woirata itu masih
tetap berdri kokoh namun sayangnya telah tertutup hutan belukar dengan status
sebagai negeri lama (bhs woirata: Negeri lama=momor matu).
Kendati
demikian bukannya ketiga perbukitan itu terlupakan begitu saja. Akan tetapi
justru Manheri dan Mauhara yang dahulu dijuluki Horna Werna dan Ruskoli
yaluresi serta Ili Kesi sebagai negeri pertama di pulai kisar dengan taburan
panorama alamnya yang mempesona, akan tetap menjadi pujaan dan juga saksi bisu
tentang eksistensi dan keberadaan leluhur orang woirata masa lampau yang telah
meninggalkan suatu memori sekaligus nostalgia tiada akhir bagi anak cucu
sepanjang masa.
Selain
itu pantai KIHAr yang setiap saat tertimpa deburan ombak laut selat Timor leste
yang terus datang memecah kesunyian, tersimpan sejuta kisah dan kenangan masa
lampau tentang kehidupan para leluhur sebagai suatu tabir, namun merupakan
rangkaian fakta sejarah yang tidak mungkin akan terulang kembali di masa depan.
Catatan :
Kesimpulan
penulisan ini adalah kajian antropolog
J.P.B de Joseling de Jong tentang identitas etnis woirata tidak tepat
keabsahannya dan merupakan keterangan sepihak dari nara sumber tertentu yang
bersifat ilegal dan distorsi karena kontradiksi dengan penuturan para leluhur
woirata. Keterangan itu juga merupakan sikap arogansi pihak tertentu pada masa
lalu sebagai bentuk penghinaan terhadap martabat orang woirata tempo dulu. Hal
ini diakibatkan pada masa lampau tersebut etnis woirata tertinggal jauh dalam
bidang pendidikan setelah kedatangan Belanda di Pulau Kisar tahun 1665 itu.
Demikian
sekilas uraian tentang eksistensi dan jejak perjalanan serta keberadaan suku
woirata masa lalu di pulau yang kini
bernama KISAR tapi dahulukala ada sebutan untuk namanya yaitu “DALAP PITU”, “CALA
HITU”,”DALA HITU” dan juga di sebut Yotowawa Daisuli.
Nara sumber
:
1.
Bpk
Anis Ratumali
2.
Bpk
Sua Serain
3.
Bpk
Marten Haratilu
4.
Bpk
Yan Teikuar
5.
Bpk
Obet katihara
6.
Bpk
Musa Haisoo
7.
Bpk
Bobi resimere
8.
Bpk
Jopi lewedalu
9.
Bpk
Agus Pakniani
10. Bpk Danus Maunay
11. Bapak Lucas wedilen
12. Bpk Oleng Maatelu
13. Bpk Edi da Costa
14. Bpk Sem Lolopaly
Seharusnya Kisar itu bagian dari Timor Leste karena bahasa mereka serumpung dengan bahasa Timor serta masyarakatnya memiliki ikatan darah dengan sejumlah wilayah di Timor Leste. lagian terlalu jauh dari Maluku kenapa ngga beri ke Timor Leste aje biar bias dibangung cepat kan Timor Leste kaya.
BalasHapusKita Israel
Hapusbukan Kisar bagian dari Timor Leste, tapi Timor leste yang justru bagian dari Maluku
BalasHapusLucu eeee...... Dri zaman Voc itu wilayah Barat Daya sampai Tanimbar atau tenggara Barat itu msk dlm wilayah Timor. Coba d cek. Asbun. Krna wilayah itu sebagian besar berasal dari Timor.
Hapusmakasih kk oni wesilen atas postingannya, sangat bermanfaat bagi beta dalam buat tugas
BalasHapusGBU
very interrrest ! thank
BalasHapusmehara-lospalos yang mana itu
BalasHapusmehara itu ada di pulau sabu
Mehara adalah desa saya yang Sekarang berapa Di kecamatan Tutuala desa mehara
HapusIni yg perlu katong tau..
BalasHapusCuman blog ni z update2 ly k?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusapakah boleh meminta kontak dari penulis?
BalasHapusDalam artikel di katakan bahwa No ipi ratu datang dari matahri terbit ke matahari turun, artinya nenek moyang Kisar berasal dari Lautem, dalam artikel ini ada beberapa kata yang sama persis Fataluku.
BalasHapusArtikel ini sangat membantu iptek saya, saya baru tau kalo kisar itu leluhur dari Timor Lorosa'e yaitu Maubise, Suai Loro, Lautem dll
BalasHapusThank you buat kaka atau om yg buat artikr itu
Salam kenal beta dari Timor Leste
Kisar ke Com/Tutuala-Lautem sekitar 2 Jam udah nyampai, Kisar ke Ambon-Maluku butuh tiga hari-tiga malam baru nyampai itupun tanpa sandar-singah2 di pulau yg lain-..Nama-Nama para nara sumber diatas saja, dari Timor-Leste sebagian sama persis dari suku-suku adat dari Lautem, dan juga dari beberapa distrik yg lain di TL, ada pula yang nama panggil asli/persis dari moyang kita sampai hari ini.
BalasHapusBantu share di basudara yg lain biar yg blm tahu bisa jdi tahu.
BalasHapusSlm utk smua basudara smua.
Bantu share di basudara yg lain biar yg blm tahu bisa jdi tahu.
BalasHapusSlm utk smua basudara smua.
Waah... sambil baca sambil membayangkan perjalanan panjang mama pung leluhur sampai mereka tiba di Pulau Kisar...
BalasHapusMakasih Om
By org Kisar to by Zn tau sejarah eee😅
BalasHapus